Merintis Circular School (Part 1)

Banyak data menunjukkan bahwa saat ini Bumi dimana semua manusia hidup sedang menuju di ambang krisis iklim. Salah satunya yang terkait soal sampah; data The Economist Intelligence Unit (2016) menyebutkan bahwa Indonesia adalah produsen sampah makanan terbesar kedua dunia, dan sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia (0,48–1,29 juta m3 ton/tahun). Produksi sampah plastik di Indonesia adalah 5,4 juta ton/tahun. Hal ini akan semakin memburuk, jika tidak segera diatasi. Salah satu tantangan utama adalah terkait mindset; menyangkut gaya hidup atau budaya yang serba praktis, cepat dan instan yang sudah sangat melekat di masyarakat. Setiap orang lebih cenderung memiliki pola ekonomi take-make-dispose (ambil – buat – buang). Tanpa memikirkan bagaimana sampah akan berakhir, atau tanpa berpikir masa yang akan datang, dampak dengan alam kedepan, yang terpenting kebutuhanya dapat terpenuhi dengan cepat dan praktis. Masyarakat saat ini juga sudah pada tahap sangat tergantung dengan plastik dan beberapa barang yang tidak terbarukan lagi yang menawarkan serba praktis dan cepat. Sehingga dengan penggunaan yang tidak terkontrol pada akhirnya semua menjadi sampah; sampah yang dapat memperparah krisis iklim dan krisis sumber daya alam yang tak terbarukan.

Sekali lagi berangkat dari akar masalahnya maka salah satu solusi untuk permasalahan ini adalah juga dimulai dengan mengubah mindset pada umumnya manusia dimanapun dengan pola ekonomi linearn-nya; take-make-dispose (ambil – buat – buang) menjadi malaksankan konsep Ekonomi Sirkular yang mengusulkan model baru bagi alur produksi dan konsumsi untuk mencegah penggunaan sumber daya baru dan munculnya sampah.

Ellen MacArthur Foundation mendefinisikan ekonomi sirkular adalah sebuah sistem industrial yang sengaja didesain supaya bersifat restoratif dan regeneratif. Terdapat beberapa karakteristik ekonomi sirkular yang disepakati secara luas. Sistem lingkar tertutup (closed-loopsystem) yang ditujukan untuk memperpanjang “usia” produk dan mencegah timbulnya sampah. Pemikiran ‘design-to-redesign’ menekankan pentingnya merancang produk yang akhirnya dapat diolah atau dimanfaatkan kembali dalam rangka merancang ulang sistem ekonomi. Penggunaan pendekatan multi-level untuk mencapai perubahan mendasar dalam sistem ekonomi. Target untuk meraih kesejahteraan ekonomi yang selaras dengan aspek lingkungan dan sosial. Pada konsep ekonomi sirkular masa penggunaan barang diupayakan selama mungkin dengan proses menggunakan kembali (reuse) atau memperbaiki (repair), upaya mempertahankan nilai barang dapat dilakukan dengan mengubah menjadi bentuk baru melalui proses daur ulang (recycle) maupun pemulihan (recovery) diminimalisir (reduce).

Aneka Kerajinan Tangan dari barang yang sudah tidak terpakai

Maka dunia pendidikan akan menjadi harapan, menjadi kunci untuk mengubah mindset dari sistem ekonomi linier menjadi ekonomi sirkular. Harapanya setiap siswa yang mendapatkan pembelajaran terkait ekonomi sirkular, mereka akan mengaplikasikan pemikiran ini dalam kehidupan sehari-hari diluar sekolah, begitu juga ketika mereka lulus dari sekolah kemudian sampai ke universitas, tempat kerja, bisnis dan bahkan rumah tangga kelas dan komunitas mereka. Inilah yang sedang dirintis SDAUG untuk melaksankan inovasi ekonomi sirkular ke dalam konsep Sekolah Sirkular dengan binaan dari PSPD UGM Yogyakarta. Pada tahap proses pelaksanaan program Sekolah Sirkular (circular school) di SDAUG, langkah pertama dan terpenting adalah menyamakan pemahaman dan visi diri masing-masing guru dan karyawan yang kedepannya akan di garda depan menjadi agen perubahan melaksanakan program-program sekolah sirkular. Terlebih saat ini SDAUG adalah salah satu sekolah yang terpilih juga menjadi Sekolah Penggerak angkatan pertama oleh Kemendikbud RI pada tahun 2021. Sekolah Penggerak dimana di dalamnya adalah melaksanaan kurikulum merdeka dengan pengalokasian 20% pembelajaranya adalah berbasis proyek yang dapat disesuaikan sebagai usaha memberikan gambaran ekonomi sirkular, sebagai langkah yang relatif sederhana akan tetapi krusial bagi sekolah untuk mulai membuat perubahan.

Kalau tidak kita mulai dari sekarang dan kalau tidak mulai dari diri kita di dunia pendidikan saat ini dalam upaya menyelamatkan bumi ini dari sampah, maka siapa dan darimana lagi yang akan diandalkan? Karena di dalam dunia pendidikan inilah usaha paling memungkinkan merubah gaya hidup masa depan melalui generasi masa depan pula sejak dini. Jika dunia pendidikan lengah dan tidak peduli dalam menyiapkan generasi yang akan datang dengan baik, maka secara tidak langsung kita akan melanggengkan gaya hidup ekonomi linear yang take-make-dispose (ambil – buat – buang). Sudah saatnya semua orang ambil bagian dalam upaya menyelamatkan bumi dan lingkungan untuk mewariskan masa depan kepada generasi yang akan datang melalui salah satunya gaya hidup yang ada pada prinsip ekonomi sirkular terlebih mengembangkan didalam dunia pendidikan melalui circular school. Bersambung….

Share berita ini !
×