“Kalo sore tidak usah latihan sepakbola, ikut les saja”…. ”Anak kok seringnya main sepakbola, nanti menganggu belajarnya”.
Ungkapan – ungkapan seperti itu sering terdengar disaat _mindset_ pendidikan dimasyarakat yang masih sangat mementingkan nilai – nilai di atas kertas. Kurikulum sudah berubah beberapa tahun ini, yang bertujuan untuk lebih menghargai potensi anak, namun kenyataan dilapangan, masyarakat masih menilai pendidikan melalui hasil-hasil ujian di atas kertas.
Apakah salah? Tidak salah sebenarnya, karena memang tujuan pendidikan kita untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan cara berpikir anak. Namun kemampuan berpikir anak bagaimanapun berbeda-beda antara satu anak dengan anak yang lain. Ada anak yang menonjol di pelajaran Matematika, IPA, Bahasa, Musik, dan banyak juga yang menonjol di pelajaran Olahraga. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita menghargai setiap potensi anak.
Pendidikan kita selama ini cenderung menghargai satu potensi saja, potensi apa? Ya potensi akademik saja yang itu dengan identik dengan pelajaran Matematika dan IPA. Anak yang menonjol pada pelajaran ini dianggap pintar, namun tidak sedikit yang menonjol pada bidang yang lain, pendidikan kita jarang sekali menghargai itu.
Hobi sering kali dikaitkan dengan potensi, karena disetiap hobi pasti yang melakukan dengan senang hati dan gembira. Anak-anak yang berpotensi pada suatu hal akan cenderung senang melakukan itu terus menerus. Anak yang hobi menggambar, hidupnya akan hambar jika lama tidak menggambar. Begitu anak yang berpotensi pada sepakbola, anak akan tidak bersemangat jika lama tidak bisa bermain sepakbola.
Jadi, apakah melakukan hobi itu penting ??? atau hanya menganggu proses belajar anak???.
Habil Akbar pemain Timnas U 16 yang baru saja Juara 1 AFF U 16 di Yogyakarta merupakan alumni SDAUG, dari dulu di SD bakat mas Habil terus diasah oleh Orangtuanya dan difasilitasi oleh pihak sekolah. Belum hilang dari ingatan disaat mas Habil naik ke kelas 6, dan harus menghadapi Ujian Nasional kala itu. Tantangan untuk terus bermain sepakbola atau berhenti untuk menghadapi Ujian Nasional sempat membuat galau kedua orangtuanya. Namun orangtuanya memutuskan untuk tetap bermain sepakbola dengan tidak melupakan Ujian Nasional, tinggal diatur saja waktu belajar dan latihannya. Alhasil kala itu mas Habil bisa lulus Ujian Nasional dengan nilai yang tidak mengecewakan.
Dalam diri anak terdapat potensi anak yang berbeda-beda, dan jika anak memiliki potensi itu anak cenderung akan terus menerus melakukannya, dan jika tidak melakukannya anak akan cenderung lesu, tidak bersemangat.
Jadi apakah hobi itu penting? Selama itu dibolehkan oleh Syariat Islam, hobi itu sangat penting. Tidak harus selalu hobi itu bisa seperti mas Habil atau jadi mata pencaharian kelak, namun hobi itu penting untuk melepaskan energi-energi dalam diri anak. Jika energi itu tidak dikeluarkan akan membuat anak bermasalah karena anak melepaskan energi itu dengan perilaku-perilaku yang buruk.
Disaat anak tidak berpotensi dalam bidang akademik, namun anak menonjol pada sepakbola, sepakbolanya itu yang membuat anak bangga pada dirinya. Disaat anak minder pada pelajaran namun pada sepakbola anak punya kebanggaan, anak akan percaya diri, senang dan bahagia.
Kebahagian ini yang membuat anak akan berkembang, kesenangan ini yang akan membuat anak semangat dalam menjalani hidupnya. Tidak penting hobi itu nantinya akan membuat terkenal atau untuk pencahariannya kelak tapi yang paling penting adalah hobinya membuat energi anak disalurkan pada hal yang positif, membuatnya bahagia dan karena bahagia anak akan berkembang dengan sebagaimana mestinya. InsyaAllah
SD Aisyiyah Unggulan Gemolong, 13 Agustus 2022
Nindya Chandra Pratama, S.Psi., M.PSi., Psikolog
Biro Psikologi Aisar SD Aisyiyah Unggulan Gemolong