Apakah Anda mempunyai anak kinestetik? Anak kinestetik adalah yang mempunyai kecenderungan kecerdasan pada gerak tubuhnya, tidak heran anak kinestetik sering tidak mau duduk diam. Anak ini terus bergerak, berlari, melompat, bahkan sampai jungkir balik. Anak-anak kinestetik biasanya sangat senang berlari di lapangan, bermain di sawah, dan memanjat pohon. Anak kinestetik juga belajar dengan caranya sendiri, yaitu belajar dengan bergerak. Anak ini tidak mau lama-lama duduk untuk mendengarkan gurunya, terkadang tidak mau menulis, dan tulisannya cenderung jelek jika mau menulis.
Masyarakat Jawa yang identik dengan perilaku yang kalem, sopan, dan tahu unggah-ungguh cenderung kurang dapat menerima anak kinestetik, karena anak ini sering naik meja, tidak mau berjalan dengan tenang tetapi berlari. Paragidma yang menganggap bahwa anak yang pintar adalah anak yang dapat duduk diam di kelas dan anak yang belajar di kamar masih sangat kental di masyarakat. Alhasil, masyarakat sering menyebut anak kinestetik dengan istilah pecicilan, nakal, dan bodoh. Sering kita dengar dari orangtua kita saat melihat anak yang tidak mau diam, dengan mengatakan, “Suk yen gedhe meh dadi opo to le le?”. Hal tersebut mengakibatkan anak kinestetik akan cenderung “dihentikan atau didiamkan” oleh orangtua dan guru. Si kinestetik ini dilarang berlari, memanjat pohon, jungkir balik, sering dimarahi pada saat naik meja, dan sebagainya.
Di rumah, orangtua ingin anaknya belajar di dalam kamar dan tenang. Di sekolah, guru ingin semua murid dapat duduk mendengarkan materi pelajaran. Apa yang terjadi? Energi gerak yang besar tidak tersalurkan, sehingga mengakibatkan anak bosan dan kemudian menganggu teman-temannya. Dia tidak boleh bergerak, maka tangannya sering menjahili temannya, tidak mau menurut, dan sering berjalan-jalan di dalam kelas. Anak kinestetik sebenarnya tidak bermasalah, akan tetapi bisa menjadi masalah apabila energinya tidak tersalurkan. Orangtua juga akan cepat marah karena menganggap anak kinestetik bermasalah. Potensi kecerdasan ini memang sudah diberikan Allah SWT melalui proses penciptaan otak manusia, berarti mendapat anak kinestetik merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. Anak ini mempunyai potensi yang sama besar dengan anak-anak lainnya, hanya saja perlakuannya yang harus berbeda.
Anak kinestetik merupakan tantangan untuk orangtua dan guru. Mindset orangtua harus diubah bahwa anak kinestetik bukanlah anak yang bermasalah, hanya potensi dan cara belajarnya yang berbeda. Orangtua harus mengetahui kondisi anak dan bisa mengimbangi geraknya, guru harus menemukan pembelajaran yang tepat untuk anak yang kinestetik. Pembelajaran tidak hanya duduk diam saja, harus kreatif dan bisa memfasilitasi potensi geraknya. Contohnya di rumah, saat mengenalkan mereka dengan huruf abjad, orangtua bisa menyuruh anak untuk memindahkan kartu huruf ke meja makan atau ke lemari pakaian. Para guru bisa menyebarkan kartu gambar binatang di luar kelas untuk dicari. Dengan kegiatan yang tepat dan mereka sukai, pelajaran dengan sendiri bisa diserapnya. Namun, anak tetap diawasi, dijaga, nasihati, dan arahkan. Misalnya, anak sering naik meja, lalu nasihati si anak bahwa naik meja itu tidak sopan. Temani anak pada saat mereka mulai berlari, pastikan mereka berlari di tempat yang aman dari gangguan kendaraan atau hal yang lain.
Memang butuh tenaga dan pemikiran yang ekstra untuk memfasilitasi anak kinestetik. Orangtua juga bisa menyalurkan energi geraknya ke olahraga yang disukainya, karena biasanya anak kinestetik senang jika melakukan olahraga. Anggapan bahwa anak yang pecicilan itu anak yang nakal harus dibuang jauh-jauh. Jika kita melihat anak kinestetik yang harus kita pikirkan bukan mengapa anak bisa seperti itu, tetapi apa yang bisa kita lakukan untuk memfasilitasi geraknya. Jika mindset itu belum berubah, anak kinestetik akan selalu dicap sebagi anak yang nakal dan akan selalu bermasalah di mata orangtua dan guru. Alhasil, anak kinestetik tidak pernah terfasilitasi cara belajar dan penyaluran energi mereka. Mau dan mampukah kita memfasilitasi anak-anak seperti ini? (Nindya Chandra Pratama, M.Psi. Psikolog Founder Biro Psikologi Aisar SD Aisyiyah Unggulan Gemolong)